Agama Dan Ilmu Pengetahuan Untuk Kemaslatahan Umat Manusia
- alhasanahboardings
- May 9
- 4 min read

Oleh : 2486080093_Hanhan Hasbiyani ridwan
Agama dan ilmu pengetahuan sering kali diposisikan dalam perdebatan seolah-olah keduanya berada dalam kutub yang berseberangan. Agama dianggap sebagai dogma yang bersifat tetap, sementara ilmu pengetahuan dipandang sebagai hasil rasionalitas manusia yang terus berkembang. Namun, jika ditinjau lebih mendalam, keduanya sebenarnya memiliki potensi besar untuk saling melengkapi demi kemaslahatan manusia. Dalam konteks ini, agama dan ilmu pengetahuan tidak semestinya dipertentangkan, tetapi justru disinergikan untuk membangun peradaban yang bermoral dan berkeadaban.
Membicarakan integrasi antara agama dan ilmu pendidikan mengisyaratkan adanya upaya untuk menyatukan keduanya tanpa menghilangkan karakteristik atau identitas masing-masing. Kedua unsur ini harus tetap dipertahankan dan tidak sepatutnya dipisahkan. Dalam perspektif Islam, menyatukan agama dan ilmu pengetahuan merupakan hal yang mungkin diwujudkan, asalkan didasarkan pada prinsip tauhid atau keesaan Allah. Sudah seharusnya agama dan ilmu pengetahuan melahirkan kesadaran melalui pendekatan yang menyeluruh, harmonis, dan terpadu secara utuh.
Meskipun secara fundamental terdapat perbedaan antara agama dan ilmu pengetahuan, keduanya tetap perlu berjalan beriringan. Walaupun ada titik temu, perbedaan-perbedaan itu kadang memicu konflik yang menimbulkan ketegangan. Karena itu, sebagian orang beranggapan bahwa menyatukan agama dan sains nyaris mustahil, terutama jika keduanya dijadikan sebagai dasar ilmiah dalam menguji sebuah asumsi menjadi realitas. Kekhawatiran ini muncul karena adanya potensi saling meniadakan antara keduanya. Padahal, agama memiliki peranan penting dalam menjamin kesejahteraan individu dan menciptakan ketenangan dalam kehidupan manusia.
Pandangan bahwa agama dan ilmu pengetahuan merupakan kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan mencerminkan posisi Islam yang menghargai ilmu pengetahuan. Ini terlihat dari banyaknya ilmuwan yang secara mendalam merenungi dan mengkaji pendidikan Islam secara menyeluruh, tanpa adanya pemisahan antara pendidikan agama dan pendidikan sains.
Munir Mursi menjelaskan bahwa dampak dari penyatuan agama dan sains menunjukkan bahwa semua bentuk ilmu pada dasarnya telah termuat dalam ajaran Islam, selama masih dalam koridor yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Ilmu dalam pandangan filsafat Islam Timur mencakup hal-hal yang diyakini, dipikirkan, diinginkan, dirasakan, dan dialami secara sadar, yang tersusun dalam satu sistem pengetahuan. Sementara dalam perspektif Barat, ilmu dikelompokkan menjadi tiga bidang utama: ilmu alam (seperti fisika, biologi, dan kimia), ilmu sosial (yang mempelajari perilaku serta interaksi manusia dalam masyarakat), dan humaniora (yang fokus pada kesadaran, kepribadian, serta nilai-nilai etika, seperti psikologi dan filsafat moral).
Agama, dalam berbagai bentuknya, memiliki fungsi utama sebagai pedoman hidup manusia. Ia menawarkan nilai-nilai etika dan spiritual yang menjadi landasan bagi perilaku individu dan kolektif. Konsep keadilan, kasih sayang, tanggung jawab sosial, serta penghormatan terhadap kehidupan dan alam semesta, semuanya bersumber dari ajaran agama. Sementara itu, ilmu pengetahuan hadir sebagai alat untuk memahami realitas dunia fisik dan sosial secara lebih objektif dan sistematis. Ia menyediakan metode, data, dan teknologi yang memungkinkan manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
Kemaslahatan, atau kebaikan bersama, adalah tujuan mulia yang bisa dicapai melalui integrasi agama dan ilmu pengetahuan. Dalam Islam, misalnya, dikenal konsep "maqashid al-syari’ah" yang mengedepankan perlindungan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Semua unsur ini dapat terjaga dan berkembang lebih optimal jika ilmu pengetahuan digunakan secara bijak dengan bimbingan nilai-nilai agama. Misalnya, dalam dunia medis, penemuan vaksin dan pengembangan teknologi kesehatan merupakan hasil ilmu pengetahuan yang jelas membawa manfaat besar. Namun, etika penggunaannya—termasuk soal keadilan distribusi, privasi pasien, dan uji klinis—perlu dikawal oleh nilai-nilai moral yang biasanya dibentuk oleh agama.
Contoh sinergi yang nyata juga terlihat dalam pengembangan teknologi ramah lingkungan. Krisis iklim yang mengancam umat manusia membutuhkan solusi berbasis sains, tetapi juga harus didorong oleh kesadaran spiritual tentang pentingnya menjaga ciptaan Tuhan. Banyak ajaran agama yang menekankan pentingnya menjaga keseimbangan alam dan menghindari kerusakan. Jika pesan-pesan tersebut dihidupkan dalam kebijakan dan inovasi teknologi, maka upaya pelestarian lingkungan akan menjadi lebih kuat dan berkelanjutan.
Namun demikian, tantangan terbesar dalam menyatukan agama dan ilmu pengetahuan adalah fanatisme dan sekularisme ekstrem. Di satu sisi, ada sebagian kalangan keagamaan yang menolak temuan ilmiah hanya karena dianggap bertentangan dengan tafsir literal dari kitab suci. Di sisi lain, ada juga kaum rasionalis yang menganggap agama sebagai penghambat kemajuan. Padahal, sejarah telah mencatat bahwa banyak ilmuwan besar justru lahir dari lingkungan religius, seperti Ibnu Sina, Al-Khwarizmi, dan Galileo Galilei. Mereka tidak melihat agama dan ilmu sebagai dua hal yang bertolak belakang, tetapi sebagai dua jalan menuju kebenaran yang saling melengkapi.
Untuk mewujudkan kemaslahatan yang sesungguhnya, diperlukan dialog yang sehat dan produktif antara tokoh agama dan ilmuwan. Pendidikan juga harus memainkan peran penting dalam memperkenalkan nilai-nilai integratif ini kepada generasi muda. Kurikulum yang memadukan ilmu dan etika, teknologi dan spiritualitas, akan mencetak manusia-manusia yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga bijak dalam bertindak.
Agama, teknologi, dan ilmu pengetahuan berfungsi sebagai sarana bagi manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan terus berkembang di dunia. Oleh karena itu, Al-Qur’an memberikan banyak petunjuk mengenai pentingnya ilmu pengetahuan dan teknologi dalam menunjang kehidupan manusia. Islam adalah agama yang mendorong umatnya untuk memanfaatkan akal dan kemampuan berpikir secara maksimal dalam merenungi serta menggali hikmah dari berbagai ciptaan Allah yang ada di alam semesta ini. Sebagaimana dalam Al-Qur’an surat Ar-Rahman ayat 33.
Opini_Tugas Mata Kuliah Metode Pengembangan Keberagamaan
Dosen Pengampu: Dr. Suwendi, M.Ag
Program Pascasarjana UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon
Comments