top of page
Search

Pancasila : Titik Temu Antar Agama

  • alhasanahboardings
  • Mar 20
  • 2 min read

Oleh :

2486080093_Hanhan Hasbiyani Ridwan

Manusia adalah makhluk sosial sekaligus individual. Dikatakan makhluk sosial karena tidak dapat mencukupi sendiri kebutuhan hidupnya (membutuhkan adanya manusia lain). Manusia sebagai makhluk individual karena antar manusia dengan manusia lainnya memiliki kelengkapan rasa, raga serta rasio yang ditentukan sendiri tanpa pengaruh manusia lainnya.


Manusia selalu mencari makna, mulai dari permulaan hidup sampai akhir hidupnya. Mencari makna ini merupakan kebutuhan pokok sebagaimana kebutuhan sandang dan papan. Inti dari mencari makna kehidupan berarti manusia memiliki kerinduan kepada Yang Maha Suci, hal ini merupakan fitrah semua tingkat kebudayaan serta peradaban dari jaman primitif hingga modern. Dimanapun, kapanpun manusia selalu butuh akan adanya Yang Maha Suci, manusia memiliki fitrah untuk memiliki keterarahan dengan Tuhan.


Adanya keterarahan manusia dengan Yang Maha Suci saat direalisasikan dalam kehidupan dapat menimbulkan adanya perbedaan yang perlahan-lahan menjadi perselisihan. Dalam Al-Quran, Allah berfirman bahwa perselisihan dan perbedaan pendapat adalah rahmat bukan laknat. Hal ini Allah tegaskan agar manusia dapat mengontrol dirinya, agar dapat mengingatkan kepada dirinya bahwa perbedaan dapat diatasi atau minimalnya dapat di batasi.


Penggolongan masyarakat ke yang berbeda-beda bangsa, berbeda-beda suku adalah tanda-tanda kekuasan Tuhan. Kenyataan tersebut dalam konsep Islam adalah fitrah bagi jati diri atau sunnatullah bagi manusia. Manusia dengan keberagamannya baik dari suku, sosial-politik diperintahkan oleh Allah dalam Al-Qur’an untuk tetap bersaing secara baik dan sehat (fastabiq al-khairat).


Perbedaan agama perlu dihayati sebagai wujud dari kekayaan rahmat Allah merupakan kesinambungan yang Allah ciptakan. Perlu adanya pemahaman perbedaan yang menjadi arah pada satu pemahaman yang utuh serta adanya saling menghargai.


Negara yang kita tinggali, yakni Indonesia merupakan negara multicultural. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang beragam. Maka dari itu perlu adanya interaksi yang kondusif antar agama. Di Indonesia, pancasila memiliki peran yang penting sebagai landasan dalam keberagaman yang ada dari mulai agama, adat istiadat serta Bahasa. Pancasila bukan hanya sekedar simbol namun juga sebagai pedoman hidup yang dijunjung tinggi oleh semua warga Indonesia karena dapat mewujudkan masyarakat yang rukun, dimana dengan keberagaman namun tetap dapat hidup berdampingan tanpa diskriminasi. Pancasila dapat menjadi titik temu antar agama, karena individu yang menerapkan nilai-nilai Pancasila maka akan mampu bersikap toleransi serta menjunjung tinggi adanya keberagaman termasuk perbedaan agama.


Agama yang diakui secara hukum di Indonesia ada 6, yakni : Islam, Kristen, Khatolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu. Seluruh agama memiliki ajaran yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila yakni menganjurkan umatnya untuk berbuat baik pada kehidupan sosial antar agama dan kepercayaan. Para pemeluk agama wajib berpegang teguh pada komitmen agama yang dipilihnya dengan tetap menciptakan keakraban antar agama.


Ada beberapa hambatan dalam meningkatkan kerukunan antar agama, antara lain adalah kemajuan teknologi. Dewasa ini, dengan adanya kemudahan pada akses internet, kemudahan dalam penggunaan sosial media maka hal ini mempengaruhi adanya hal negatif. Mudahnya mendapat informasi yang bahkan belum diketahui kebenarannya sering kali menjadi perseteruan antar agama.


Adanya keberagaman agama juga kerap kali disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Buktinya adalah adanya catatan sejarah terkait peristiwa konflik, perpecahan dan pertiakaian yang terjadi atas nama agama. Maka perlu adanya sikap toleransi dan penerapan nilai Pancasila agar terciptanya kerukunan antar umat beragama.


Opini_Tugas Mata Kuliah Metode Pengembangan Keberagamaan


Dosen Pengampu: Dr. Suwendi, M.Ag


Program Pascasarjana UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon

 
 
 

Comments


© 2025 by Santri Cikalongwetan

  • w-facebook
  • Twitter Clean
bottom of page